Monday, March 29, 2010

APA SYARAT CERITA YANG BISA DIFILMKAN??? Bag 1

Postingan sebelumnya adalah bagaimana mengadaptasi cerpen menjadi skenario film. Di situ cerpen yang akan diadaptasi adalah LAMPU JALAN. (Lihat postingan itu di sini)

Tapi sebelum membahas bagaimana cerpen "LAMPU JALAN" dalam postingan lalu diadaptasi ke dalam bentuk plot dan skenario film, ada baiknya kita mengetahui, cerita macam apa sih yang bisa dijadikan skenario film? Apa saja kriterianya? Let's Check This Out!
 
Pada acara diskusi-diskusi film, seringkali kita mendengar orang mencampuradukkan antara cerita dan skenario. Ada yang membahas skenario, tapi yang ia bicarakan adalah ceritanya. Atau sebaliknya. Umpanya, dia mengritik bahwa ceritanya lamban. Nah, kalau lamban, itu adalah kesalahan skenario. Atau orang lain memuji skenario debagai cerdas dengan menyebutkan dialog-dialognya banyak yang memiliki makna tiga dimensi. Kalau skenario ini berdasarkan novel, maka dialognya diambil dari novel sumbernya. Artinya yang bagus adalah ceritanya, bukan skenario. Atau dikecam skenarionya, karena tokoh-tokoh ceritanya tidak berkembang. Itu pada dasarnya adalah kesalahan cerita, bukan skenario.
(H. Misbach Yusa Biran, Teknik Menulis Skenario Film Cerita, 2006:1)

H. Misbach Yusran adalah suami dari aktris senior, Nani Wijaya, sekaligus penulis senior yang sudah sangat berpengalaman dalam bidang penulisan skenario film sejak tahun 1955. Dalam bukunya, Teknis Menulis Skenario, ia mengatakan bahwa tidak semua jenis cerita bagus atau cocok untuk difilmkan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi cerita sebelum diadaptasi ke dalam skenario film. 

Pertama, cerita untuk difilmkan haruslah cerita yang mengandung unsur dramatik (dramatic story). Nah cerita yang dramatik itu yang seperti apa? Hmm... hehehe... sejenak, mari kita berteori ria. Eits! Jangan berkerut gitu dong keningnya! Ntar kamu cepet keriput loh hihihi. 

Jadi gini, singkatnya kata dramatik itu berasal dari kata drama dari bahasa Yunani, yang kemudian berarti pertunjukan pentas. Pagelaran yang ada mulanya merupakan bagian dari upacara keagamaan, kemudian berkembang menjadi pementasan cerita yang berisi konflik-konflik. Maka kata "drama" di samping berarti pertunjukan pentas, tapi juga bermakna peristiwa yang menggetarkan. (Yusa Biran, 2006:2) 

Nah berarti kita dapat satu kesimpulan di sini, bahwa cerita yang layak untuk dijadikan skenario film adalah cerita yang menggetarkan. Seperti apa cerita yang menggetarkan itu? Apakah cerita tentang situasi gempa? Kan bumi bergetar tuh, hehehe... Atau cerita tentang Inul Daratista yang menggetarkan panggung dan jagad MUI? Hehehehe...  Yeah nggak sepenuhnya ngaco sih. Kalau penulisnya handal, maka dua ide cerita di atas bisa disusun menjadi skenario yang memiliki alur atau plot yang menggetarkan. 

Dalam kehidupan sehari-hari,  kata dramatik digunakan orang dalam ungkapan "drama rumah tangga", atau "drama cinta segitiga". Pengertian kata dramatisasi di situ bisa disamakan dengan “cerita duka”. Ungkapan “dramatisasi” berarti rekayasa agar sesuatu itu menjadi lebih susah (Yusa Biran, 2006:2). Lihat saja sinetron-sinetron Indonesia yang termehek-mehek itu. Sang tokoh utama masuk rumah sakit cuma gara-gara keserempet becak saja bisa menimbulkan reaksi yang heboh luar biasa dari orang-orang di sekitarnya. Patah hati setelah rebutan cowok saja bisa bikin sang tokoh sampai melolong-lolong (halah, ni sinetron apa yang nulis postingan ini yang lebay??? Hehehe) Apa iya di dunia nyata ya selebay itu? Well...yah tergantung sih, soalnya kadang episode di dunia nyata bisa kayak sinetron sih...hihihi... Tapi pada umumny sih nggak segitunya^^. Dalam dramaturgi, kata drama ini dipahami bukan hanya terbatas pada duka cerita itu, namun semua cerita yang menggugah emosi. 

Dalam cerita dramatik tokoh yang dikisahkan, tokoh utama cerita haruslah objek yang menarik, dan problemanya juga harus kuat dalam menggugah emosi penonton. Tokoh yang menarik itu adalah yang bisa menimbulkan rasa simpati orang pada umumnya. (Yusa Biran, 2006:3) Apakah tokoh yang menarik itu haruslah memiliki background cerita yang rumit seperti Rambo, seorang veteran Perang Vietnam? Haruskah ia seperti Terminator, cyborg yang dikirim dari masa depan untuk menyelamatkan calon tokoh pemberontak ? Atau seperti Eragon, yang menyandang takdir sebagai penunggang naga terakhir  yang dapat menumbangkan seorang raja yang lalim? Yah, tokoh-tokoh di atas memang secara imajinasi termasuk menakjubkan. Memiliki pendalaman karakter yang detail dan didukung oleh observasi. Tapi untuk membuat sesuatu yang menarik tidaklah harus rumit.

Tokoh dengan background cerita yang sederhana pun bisa diramu sehingga dapat mengaduk-ngaduk emosi pembaca. Tak kalah menggugah emosi seperti Rambo, Terminator, dan Eragon. Dia bisa gadis cantik yang kaya pandai, dikelilingi banyak teman dan akhirnya jatuh cinta pada seorang penyair introvert yang eksentrik di sekolahnya. Seorang pengantar film yang berdedikasi untuk bisa mengantarkan filmya ke bioskop tepat waktu pun bisa menjadi tokoh yang sangat menarik. Bisa juga seorang anak dari sekolah kampung pedalaman yang memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan pendidikannya; atau seorang puteri pemilik pesantren ortodok yang akhirnya memberontak; seorang pemuda yang bertahan di Kairo selama 9 tahun membuat bakso demi membiayai biaya pendidikan adik-adiknya di Indonesia; seorang pemuda yang memiliki mimpi untuk menghajikan emaknya. Familiar dengan semua cerita ini? =) 

Berdasarkan pengamatan Neko, justru cerita-cerita yang simple dan down to earth inilah yang cocok menjadi karakter perfilm-an bangsa Indonesia. Apalagi jika film-film itu diwarnai oleh lokalitas yang kental seperti pada DENIAS, LASKAR PELANGI, dan lain-lain. Kalo bikin yang kayak Rambo mah, ga pantes. Hehehehe... intinya keep it simple but still have strong characteristic and high quality. Gitu loh =)

nah lanjutan untuk posting ini adalah syarat kedua yang harus dimiliki sebuah cerita agar bisa diadaptasi ke layar kaca: PROBLEMA YANG KUAT.

Bagaimana problema yang kuat dan bagus itu? Klik di sini

Chao ^_~V

0 comments:

Post a Comment